SKRIPSI PASTI BERLALU!


Hey, yooo watszzaapp? Apakabzz? *nyapa ala skinnyindonesian24*

Sudah hampir sebulan saya gak menyampah di blog. Selain karena sibuk, saya juga sempat down karena akun adsense dibanned ama Google. 

Setelah mental sempat down karena akun adsense, giliran dosen pembimbing yang menguji ketahanan mental saya dari skripsi yang tak kunjung di-acc 4 hari menjelang ujian skripsi (sidang). Perjuangan menyelesaikan skripsi ini penuh dengan darah dan air mata. Nah, kali ini saya ingin membagikan pengalaman (sekalian curhat dan cari jodoh) tentang dunia skripsi.

Cerita lengkapnya akan dibagi menjadi tiga bagian yang akan diposting terpisah dengan judul : SKRIPSI PASTI BERLALU!, UJIAN SKRIPSI SUDAH DEKAT!, dan MASIH REVISI. *padahal kagak ada yang mau baca*

SKRIPSI PASTI BERLALU!

Pada akhir Desember 2014, kami para mahasiswa semester tua diminta mengajukan 3 judul skripsi (tanpa proses konsultasi/bimbingan) yang berhubungan dengan bidang minat seperti klinis, manajemen sumber daya manusia, dan psikologi organisasi. Ya, walau jurusan saya tentang kesehatan, tapi kami dibolehkan menulis skripsi yang berhubungan dengan manajemen dan psikologi. Nah, dari tiga judul itu, nanti pihak kampus yang memilih satu judul (entah itu yang berhubungan dengan klinis, manajemen atau psikologi). Ini dilakukan semata-mata untuk menentukan dan menyesuaikan kuota mahasiswa dan kuota dosen pembimbing di ketiga bidang minat/disiplin ilmu tadi. Bingung? Simpelnya seperti ini...

Misalnya ada 30 mahasiswa maka dibagi ke dalam 3 kelompok besar bidang minat yaitu:
Kelompok Klinis : 10 orang
Kelompok Manajemen Sumber Daya Manusia : 10 orang
Kelompok Psikologi Organisasi : 10 orang

Nah, setelah itu baru disusun lagi dosen pembimbingnya. Btw, ini bukan manajemen dan psikologi murni ya jadi gelar kami bukan sarjana ekonomi atau sarjana psikologi.

Bedanya skripsi klinis, manajemen dan psikologi apa?

Berikut ini contoh judul skripsi klinis :
'efektifitas antibiotik terhadap penderita alay bla... bla...' atau 'pengaruh ekstrak batu akik terhadap keberhasilan terapi bla... bla...

Contoh judul manajemen sumber daya manusia :
'Pengaruh lamanya waktu tunggu pemeriksaan terhadap kepuasan pasien di rumah sakit Z' atau semacamnya...

Contoh judul psikologi organisasi :
'Hubungan shift kerja perawat rumah sakit A terhadap stres kerja' atau semacamnya...

Walau ada bau-bau manajemen dan psikologi, tapi tetap gak melenceng jauh dari jurusan kesehatan. Udah ngerti bedanya kan? 

Singkat cerita, saya dimasukkan ke dalam bidang psikologi organisasi yang artinya skripsi saya nanti berbau psikologi. Ini adalah pengalaman baru karena tidak seperti di program Diploma dulu dimana semua mahasiswa wajib menyusun skripsi yang berhubungan dengan klinis, mikrobiologi, parasitologi, hematologi, dll. 

Well, judul skripsi udah dipilih fakultas, dosen pembimbing udah dibagi (jelas, saya mendapatkan dosen pembimbing dari Fakultas Psikologi), berarti pertempuran resmi dimulai...

Seperti petuah-petuah yang sudah pernah kamu dengar sebelumnya, jalan hidup ini tidak pernah semulus paha Miyabi. Ada banyak proses yang harus dilalui, ada banyak masalah yang harus diatasi. Langkah saya menyelesaikan skripsi pun tak semulus selangkangan Miyabi.

1. Ganti judul skripsi
Judul skripsi itu ibarat sel sperma dan sel telur yang bertemu dan melebur menjadi satu. Ini adalah cikal bakal sesuatu yang menakjubkan dan mengharukan.

Pertama kali menghadap dosen pembimbing utama (sekaligus perkenalan, PDKT, kakak-adekan, jalan berdua, nonton bareng tapi gak jadian), judul skripsi 'psikologi' saya dicoret ama dosen pembimbing (selanjutnya disingkat dospem). Katanya judulnya terlalu bagus, gak sesuai dengan otak dan muka saya, akan menyusahkan saya juga pada saat penelitian nanti.

Sakit sih pas judul skripsi ditolak. Padahal untuk mendapatkan judul itu, saya harus googling sampe page 58, boker selama sejam setiap harinya untuk mencari ide, nongkrong di perpus kampus sendiri dan beberapa kampus lain buat ngeliatin cewek-cewek cakep, dan makan es krim setiap siang biar mood tetap bagus selama mencari judul skripsi.

Tapi dospem saya (doi S2 Psikologi, masih muda, gaul-gaul gitu, cantik, tapi udah berkeluarga-jadinya saya gak bisa PDKT) tidak sekejam ibu tiri yang sedang PMS. Kami berdiskusi (sebenarnya saya cuma mengangguk-angguk saja sok ngerti) cukup lama untuk mencari judul skripsi yang baru. Yep, saya dibantu dospem menentukan judul skripsi yang baru pada saat itu juga, dan Puji Tuhan, akhirnya saya mendapatkan judul skripsi yang baru dan langsung disetujui ama dospem (iyalah, wong dia yang ngasih judul itu). Jadi saya gak perlu melewati siklus: pulang ke kost—galau seharian—cari judul gak ketemu—stres seminggu—nunggu kiamat.

Mungkin judul skripsi terdengar sepele tapi percayalah, ada banyak mahasiswa di luar sana yang telat lulus karena gak menemukan judul skripsi yang tepat.

2. Berburu pustaka (Bab I - III)
Ini adalah fase awal yang melelahkan. Selama menyusun Bab I - III, saya sampai mendaftar jadi anggota perpustakaan di kampus lain (karena koleksi buku di sana lebih lengkap). Jarak antara kost dan kampus tersebut juga cukup jauh. Tiap hari saya ke sana dari pagi sampe malam. True story: beberapa kali saya gak sempat makan pagi dan siang. Pas pulang malam, baru mampir makan di angkringan. Untungnya saya dan maag LDR'an jadi jarang bertemu.

3. Dospem tiba-tiba menjadi sulit ditemui
Well, mencari pustaka di perpus justru bukan bagian yang melelahkan. Yang melelahkan itu malah pada saat bimbingan ama dospem karena sering kali dospem susah ditemui karena sibuk. Di saat udah semangat menulis skripsi, pas mau bimbingan dospem ternyata ga bisa ditemui sampe minggu depan. Ini bikin nafsu kita yang udah membara jadi padam lagi, yang tadinya udah tegang jadi lemes lagi karena kelamaan nunggu. Waktu menyusun skripsi akhirnya juga menjadi lebih lama.

Mungkin harusnya ada aturan tertulis yang baku kalau sebelum seorang dosen diminta/ditunjuk menjadi dosen pembimbing skripsi, dia harus memprioritaskan waktu dan tenaganya untuk mahasiswa bimbingan, harus mudah ditemui. Kalo memang sibuk, ya gak usah jadi dospem daripada menyusahkan mahasiswa. Win-win solution kan...

4. Mood naik-turun dan Fakir Motivasi
Dalam menyusun skripsi, mood bisa naik dan turun. Kadang semangat, kadang malas, kadang seharian pengen tidur aja, kadang juga tiba-tiba pengen nikah aja. Menulis skripsi juga perlu motivasi yang kuat. Mungkin seperti seseorang yang berusaha menurunkan berat badan. Butuh pasokan motivasi yang cukup biar bisa sampe ke tujuan.

Mood saya juga naik-turun. Sebenarnya lebih banyak turunnya. Saya menjadi malas, tiba-tiba jadi bego, otak buntu. Lebih mudah mengantuk apalagi kalo mau ngerjain skripsi di kost. Saya curiga ada yang mencemari udara di kost dengan obat bius berbentuk gas. Untuk masalah motivasi, saya lebih banyak termotivasi karena teman-teman seperjuangan. Well, itu lebih cenderung kepada 'GAK MAU KALAH AMA TEMEN!'

But, that's good...

5. REVISI!
Well, saya masih newbie, kalah jauh otak dan pengalaman dibandingkan dospem yang udah S2. Jelas, mustahil saya bisa mengerjakan skripsi tanpa ada revisi. Ada banyak kesalahan di sana-sini. Siklus coret—revisi—coret—revisi pun saya alami. 

Pada proses ini, saya membekali diri dengan sering baca buku metodologi penelitian, psikologi, dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan skripsi saya. Beberapa kali saya berhasil mempertahankan beberapa paragraf skripsi yang hendak dicoret setelah berdebat kecil-kecilan dengan dospem. Ini penting agar kita tidak seperti sapi yang dicocok hidungnya. Dospem juga manusia, kadang bisa keliru. 

6. Penelitian
Bab I - III akhirnya selesai juga. Saatnya untuk melakukan penelitian. Saya melakukan penelitian di salah satu rumah sakit milik pemerintah provinsi. Proses penelitian juga tidak berjalan mulus dan memakan waktu lama (hampir sebulan) padahal sebenarnya 3 hari saja sudah bisa selesai. Ini disebabkan karena ada banyak mahasiswa juga yang melakukan penelitian di rumah sakit tersebut. 

Untungnya, biaya penelitian cukup murah, hanya sebesar 250 ribu karena saya hanya menyebarkan kuesioner untuk diisi pegawai rumah sakit. 

7. Mengolah data penelitian
Ini adalah tahap paling mendebarkan. Berdasarkan jawaban kuesioner, saya bisa tahu mana jawaban yang benar-benar diisi dan mana yang dijawab asal-asalan (mungkin karena responden malas membaca 50 pernyataan). Kalo misalnya jawabnya asal-asalan, otomatis datanya gak valid jadi saya harus melakukan penelitian ulang. 

Well, ternyata data penelitian saya valid dan bisa dilanjutkan ke analisis data/uji statistik. Di tahap ini, bayangkan aja gimana perasaan kamu kalo berjam-jam berhadapan dengan tabel-tabel dan angka-angka dalam jumlah banyak. 

8. Dua bab terakhir
Setelah mengolah data, saatnya menyusun Bab IV dan V. Sama seperti bab sebelumnya, pada proses ini, mood masih naik-turun serta fakir motivasi. Belum lagi saya masih harus bolak-balik ke kampus lain lagi untuk mencari referensi/pustaka. Ditambah juga dengan dospem yang kadang-kadang susah ditemui. 

Di tahap ini, saya sempat berhenti mengerjakan skripsi cukup lama karena harus fokus UTS dan UAS (padahal sebenarnya karena malas-pake-banget aja). Yep, saya ikut kelas ekstensi jadi ngerjain skripsinya sambil kuliah semester 8. Kebayang gimana rasanya ngerjain skripsi sambil dihantui tugas-tugas kuliah, UTS dan UAS?

9. Revisi lagi
Saya masih tidak bisa lepas dari siklus coret—revisi—coret—revisi. Oh iya, btw dospemnya ada dua ya. Dospem yang kedua umurnya lebih tua dari dospem pertama, cuma beliau lebih sering berada di rumah sakit karena kerjanya di sana. Kalo dospem yang kedua orangnya gak banyak revisi. Intinya kalo dospem pertama udah setuju, beliau setuju juga. Jadi strategi saya adalah menyelesaikan revisi dari dospem pertama sampe disetujui. Kalo udah baru deh ketemu ama dospem kedua. Sudah pasti langsung disetujui juga.

10. RAMPUNG!
Setelah memakan waktu berbulan-bulan, dengan perjuangan yang berdarah-darah, akhirnya skripsi saya selesai tepat waktu. Itu pun setelah dihantui deadline yang sangat mengerikan. Saya dikejar waktu yang hanya tersisa beberapa hari saja. Beberapa kali saya gak mandi waktu ke kampus (cuci muka aja) karena harus tidur subuh setelah ngerjain skripsi dan harus bangun pagi buat ketemu dospem. Bangunnya selalu telat, jadi gak sempat mandi. 

Sekian ringkasan perjuangan saya menyusun skripsi. Buat kamu di luar sana yang masih berjuang mengerjakan skripsi, ingat bahwa badai pasti berlalu. Begitu juga dengan skripsi.

SKRIPSI PASTI BERLALU...

... KALAU DIKERJAKAN!

Comments

Post a Comment

Berkomentarlah yang baik dan sopan. Jangan komentar pake bahasa gaib.

Popular posts from this blog

Medical Check Up Pertama Seumur Hidup

5 Jenis Guru Unik Saat SMA